Kilas Balik Perjalanan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial - LP3ES




Pada 7 Juli 1970, sekelompok cendekiawan, akademisi, petinggi pemerintahan dan beberapa aktivis membentuk “Perhimpunan Indonesia untuk Pembinaan Pengetahuan Ekonomi dan Sosial” (Bineksos). Setidaknya ada lima nama yang dapat disebut sebagai perintis lahirnya Bineksos: Nono Anwar Makarim, Ismid Hadad, Dr Emil Salim, Dr Satrio B Joedono, dan Profesor Dr Sumitro Djojohadikusumo. Di samping mereka terdapat sejumlah nama pendiri organisasi nirlaba tersebut, antara lain, Profesor Dr Ali Wardhana, Profesor Dr Selo Sumardjan, Dr Suhadi Mangkusuwondo, Profesor Dr Koentjaraningrat, Profesor Dr Sukadji Ranuwihardjo, Dr Taufik Abdullah, Dr Soedradjad Djiwandono, Dr Zainul Yasni, Joewono Sudarsono, MA, Bintoro Tjokroamidjojo, Dorodjatun Kuntjo-Jakti, MA, Adam Malik, Daan Jahja, M Jusuf Ronodipuro, Harlan Bekti, Letnan Jenderal (Mar) Ali Sadikin, dan lain-lain. Emil Salim kemudian dipilih menjadi Ketua Pengurus Bineksos pertama didampingi Sumitro Djojohadikusumo, Ali Wardhana, dan Ali Sadikin, sebagai Ketua Kehormatan.

Bineksos merupakan organisasi berbadan hukum Perkumpulan yang disahkan Pemerintah Republik Indonesia lewat Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor Y.A. 5/36/12, tertanggal 22 Januari 1973. Dua tahun sebelumnya, tepatnya pada 26 April 1971, Friedrich Naumann Stiftung (FNS), salah satu yayasan asal Republik Federasi Jerman, menjalin kerja sama resmi dengan Pemerintah Indonesia. Bantuan teknis FNS sepenuhnya berada di bawah pengawasan dan prosedur Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Perjanjian antara Departemen Perdagangan RI dan FNS ditandatangani Menteri Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo dan Kepala Perwakilan FNS di Indonesia, Dr Dietrich G Wilke. Pembentukan Bineksos sesungguhnya tidak terlepas dari kemungkinan menjalin kerja sama dengan FNS yang memerlukan sebuah organisasi sebagai counterpart-nya di Indonesia. Pada 19 Agustus 1971, Ketua Pengurus Bineksos Emil Salim dan Kepala Perwakilan FNS di Indonesia DG Wilke menandatangani sebuah perjanjian. Dalam salah satu klausulnya disebutkan “bahwa untuk mengejar tujuan-tujuan membantu pendidikan tenaga-tenaga pimpinan Indonesia di bidang sosial dan ekonomi, khususnya di bidang pengembangan sumber daya manusia usia muda, Bineksos dan FNS secara bersama-sama membentuk sebuah perkumpulan.” Perkumpulan dimaksud adalah Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).

LP3ES yang secara resmi dibentuk pada 19 Agustus 1971 memperoleh bantuan dana kelembagaan dari FNS selama 10 tahun (1971-1981). Perkumpulan LP3ES dibentuk dengan maksud mengembangkan pendekatan pembangunan ekonomi dan sosial secara lebih holistik. Fokus perhatian dan pilihan strategis ditekankan pada upaya investasi sumber daya manusia. Pada awalnya, LP3ES didesain sebagai sebuah training ground bagi pengembangan wawasan dan kapasitas kelompok usia muda agar mampu berperan dalam menjawab persoalan dan tantangan yang ada. Sebagaimana tersua dalam Anggaran Dasar-nya, maksud dan tujuan LP3ES adalah, pertama, membina pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai masalah-masalah pembangunan sosial dan ekonomi yang dihadapi Indonesia. Kedua, mengembangkan ilmu pengetahuan ekonomi dan sosial pada umumnya mengingat pentingnya hal ini untuk pembangunan ekonomi dan perubahan sosial di Indonesia. Ketiga, menyebarkan pengetahuan yang luas tentang keadaan sosial dan ekonomi Indonesia kepada bangsa lain. Keempat, mengembangkan sumber daya manusia dan masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan mereka yang berusia muda agar mampu menjawab tantangan sosial dan ekonomi di masa mendatang. Kelima, bekerja sama dengan lembaga atau organisasi lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dan sejalan dengan LP3ES.

Perhimpunan LP3ES secara organisatoris merupakan sebuah badan pelaksana yang berada di bawah payung Bineksos. Badan pelaksana ini dipimpin seorang direktur, wakil direktur, dan beberapa staf orang Indonesia. Sejak awal tahun 1980-an LP3ES berkembang menjadi sebuah lembaga yang mandiri. Badan hukum Perhimpunan LP3ES disahkan Pemerintah Republik Indonesia lewat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor C2-1463-HT01-03, tertanggal 15 Februari 1983. Tiga belas tahun kemudian, tepatnya pada 26 September 1996, LP3ES terdaftar di Direktorat Jenderal Sosial Politik Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia sebagai salah satu organisasi lembaga swadaya masyarakat (LSM). Di dalam tubuh LP3ES, selain tokoh-tokoh pendiri Bineksos, bergabung beberapa tokoh muda seperti Tawang Alun, M Dawam Rahardjo, Abdullah Syarwani, Utomo Dananjaya, Aswab Mahasin, Arselan Harahap, Imam Choumain, Amir Karamoy, Endang Basri Ananda, Hassan S Kartadjoemena, Daniel Dhakidae, Maruto MD, Masmimar Mangiang, Rustam Ibrahim, Imam Ahmad, Paulus Widiyanto, dan lain-lain.

Pada awalnya LP3ES berkantor di Jalan Jambu Nomor 2, Jakarta Pusat, yang juga merupakan Kantor Perwakilan FNS. Pertengahan tahun 1978 Pemerintah DKI Jakarta menerbitkan sebuah peraturan daerah tentang kawasan permukiman. Jalan Jambu dimasukkan sebagai wilayah permukiman, bukan perkantoran. LP3ES pindah kantor ke Jalan Letjen S Parman Kavling 81, Slipi, Jakarta Barat, yang ditempati hingga medio 2013. Direktur LP3ES pertama (1971-1973) ialah Nono Anwar Makarim yang saat itu rangkap jabatan sebagai Pemimpin Redaksi Harian KAMI. DG Wilke mendampinginya sebagai Wakil Direktur LP3ES. Sesuai dengan tradisi, alur kepemimpinan LP3ES juga mengalami pergantian secara teratur. Direktur LP3ES periode 1973-1976 dipegang Tawang Alun didampingi Ismid Hadad sebagai Wakil Direktur LP3ES. Ketika Ismid Hadad diangkat menjadi Direktur LP3ES (1976-1980), M Dawam Rahardjo duduk sebagai Wakil Direktur LP3ES yang kemudian naik menjadi Direktur LP3ES periode 1980-1986. Direktur-direktur berikutnya ialah Nono Anwar Makarim (1971-1973), Tawang Alun (1973-1976), Ismid Hadad (1976-1980), M. Dawam Rahardjo (1980-1986), Aswab Mahasin (1986-1992), Arselan Harahap (1992-1993), Rustam Ibrahim (1993-1999), Imam Ahmad (1999-2005), Suhardi Suryadi (2005-2010), dan Kuswanto S Atmojo (2010-2012).




Pada dasarnya, kelahiran LP3ES dilandasi oleh kesadaran kritis di kalangan intelektual akan keadaan sosial, ekonomi, budaya, dan politik Indonesia saat itu. LSM yang dilahirkan pada periode awal pelaksanaan Pelita I itu memang bertujuan membina pengetahuan ekonomi dan sosial kemasyarakatan serta mengembangkan pengetahuan lebih luas tentang keadilan sosial. Sebagai LSM, atau kemudian dikenal sebagai salah satu organisasi nonpemerintah (ornop), LP3ES bergulat di dunia penelitian, pendidikan, dan penerbitan (penerangan). Lembaga ini banyak melakukan studi kebijaksanaan dan riset aksi, khususnya berkait dengan kepentingan komunitas akar-rumput, sektor informal, koperasi, industri kecil dan kerajinan rakyat, pengembangan peran pondok pesantren, pendidikan nonformal, partisipasi dan pengembangan kelembagaan petani Perhimpunan Petani Pemakai Air (P3A), kesehatan ibu dan anak, lingkungan hidup, kajian tentang hubungan masyarakat dan negara, dan sebagainya. Pemerintah sendiri tidak jarang mengimplementasikan hasil-hasil penelitian LP3ES. Institusi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang dibentuk di seluruh Indonesia adalah salah satu rekomendasi hasil penelitian yang pernah dilakukan LP3ES. Di samping itu, LP3ES kerap menyelenggarakan pelatihan (diklat), misalnya, metodologi penelitian untuk mahasiswa, pelatihan pers mahasiswa dan jurnalistik radio, pelatihan untuk wartawan daerah, pelatihan untuk community organizers dan development workers, lokakarya bagi pegiat LSM, dan sebagainya.

Postingan terkait: