Gerakan radikalisme keagamaan yang menyulut aksi kekerasan dan terorisme merupakan gejala modern sangat kompleks. Sebagai gerakanpolitik yang dibangun di atas premis keagamaan, ia tidak saja berhubungan dengan ideologi, tapi juga dengan masalah struktural diakibat rezim yang berkuasa gagal mengelola arus modernisasi dan globalisasi. Rasa kacau mendorong individu yang tidak beruntung dalam percaturan ekonomi politik bergerak ke titik ekstrem; krisis identitas. Memahami persinggungan antara ideologi, sosial-ekonomi dan politik identitas memungkinkan kita menyusun langkah strategis yang terpadu dan komprehensif untuk memutus mata rantai radikalisme dan terorisme.
Berbeda dari narasi-narasi besar yang mendominasi wacana global pasca- “Peristiwa 9/11”, pembacaan yang lebih kritis akan melihat radikalisme dan terorisme sebagai gejala modern sangat kompleks. Ia memiliki matriks yang bersinggungan secara inheren dengan arus modernisasi dan globalisasi yang memberi ruang dan, dalam beberapa hal, memaksa munculnya identitas parokial serta ekspresi politik berbalut kekerasan. Jangkauan pengaruhnya mengalir paralel dengan penyebaran modernisasi dan globalisasi.
Maraknya aksi-aksi kekerasan dan teror mengatasnamakan jihad pasca tumbangnya rezim Orde Baru pada 1998 menandai ekspansi dan meningkatnya pengaruh radikalisme Islam dalam lanskap politik Indonesia kontemporer. Dalam konteks ini, dimensi ekonomi-politik yang mewarnai pergeseran lanskap geopolitik global dan ketegangan hubungan agama-negara yang terjadi dalam ranah politik domestik selalu menjadi bagian penting yang berperan mendorong pertumbuhan radikalisme.
Gerakan fundamentalisme yang menyulut api militansi, kekerasan, dan terorisme, secara kategoris berhubungan dengan sejarah, ideologi, masalah struktural, identitas, bahkan dengan pergeseran geostrategi dan politik global seiring dengan menguatnya arus globalisasi. Karena itu, wacana jihad yang kerap didengungkan gerakan-gerakan fundamentalisme hendaknya tidak dibaca sebagai ekspresi fanatisme keagamaan belaka dan dikaitkan secara eksklusif dengan aksi-aksi irasional sekelompok individu yang digerakkan oleh kepercayaan membabi-buta terhadap doktrin-doktrin tertentu dalam Islam. Sekalipun ada benarnya, persepsi semacam itu gagal mengungkap makna jihad secara lebih mendalam. Jihad merupakan bahasa protes yang bisa digunakan oleh individu-individu yang terpinggirkan dalam arus deras modernisasi dan globalisasi untuk membangun identitas dan tawar-menawar posisi di ruang publik. Bagi orang-orang semacam itu, jihad merupakan pesan yang disampaikan sebagai usaha mentransformasikan diri dan memberdayakan posisi serta mendobrak rasa kecewa yang membayang-bayangi masa depan mereka.
Tulisan ini berikhtiar memahami makna interpretatif aksi-aksi kekerasan atas nama jihad yang telah menggerogoti napas pluralisme kehidupan nasional kita. Pertama-tama tulisan ini melacak akar sejarah radikalisme dengan mempertimbangkan matriks persinggungannya dengan dinamika politik dan geostrategis global. Penulis melihat bangun ideologi radikalisme yang berkembang dinamis seiring dengan perkembangan konteks politik. Berikutnya, tulisan ini mengkaji bagaimana faktor makro (sosial-ekonomi) dan faktor mikro (sosial-psikologi) memberi sumbangan pada proses radikalisasi. Terakhir, penulis mencoba menawarkan model penyelesaian yang tepat dan komprehensif terhadap masalah radikalisme dan terorisme yang mengancam negara kita, baik dengan berfokus pada program-program advokasi ekonomi dan sosial maupun demokratisasi.
DOWNLOAD
>> Ideologi, Identitas dan Ekonomi Politik Kekerasan <<