Suara Kelas Menengah dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012: Beberapa Catatan Hasil Survei



Hasil putaran pertama pemilihan umum kepala daerah DKI Jakarta yang berlangsung pada 11 Juli 2012 ternyata jauh berbeda dengan opini publik yang tersua dalam berbagai media beberapa waktu sebelumnya. Anggapan bahwa sang petahana berada dalam posisi tak terbendung harus berhadapan dengan kenyataan sebaliknya. Sang “pendatang” dari Surakarta yang meraih kemenangan di putaran pertama agaknya dilatarbelakangi oleh kuatnya harapan publik atas perubahan Kota Jakarta. Ada semacam ekspresi ketidakpuasan warga Jakarta terkait dengan berbagai penanganan masalah di kota ini. Fenomena ini terungkap melalui hasil pre-election survey dan quick count yang diselenggarakan Prisma Resource Center .

DKI Jakarta pada masa sentralisasi Orde Baru tidak bisa dibedakan dengan Indonesia. Jakarta adalah Indonesia, dan Indonesia adalah Jakarta. Kota ini tidak saja berkedudukan sebagai ibu kota negara, tetapi juga merupakan sentra ekonomi nasional. Kota ini berkembang pesat sejak beberapa dekade belakangan sebagai pusat kegiatan politik dan perekonomian. Berbagai korporasi bisnis raksasa milik pengusaha nasional berada di kota itu. Berbagai kantor perwakilan multinational corporations juga bertebaran di wilayah tersebut.

Karena itu, DKI Jakarta bisa berkembang pesat menjadi sebuah wilayah paling metropolis dibanding kota-kota lain di Tanah Air. Reformasi yang bergulir di Indonesia sejak 1998 telah memasuki proses desentralisasi politik, pemerintahan, dan fiskal, namun proses perumusan kebijakan nasional dalam berbagai bidang kehidupan masih diputuskan oleh para elite politik nasional yang bermukim di Jakarta. Seiring dengan posisinya sebagai barometer politik dan ekonomi nasional, Jakarta dihuni oleh berbagai strata sosial dan profesi. Mereka yang turut serta dalam proses pertumbuhan Jakarta sebagai kota metropolitan dan mereguk manfaat darinya adalah kalangan elite politik dan ekonomi, kelompok profesional dan pekerja terampil di sektor industri. Sementara mereka yang “tercecer” dan tersisih umumnya berkerumun di sekitar usaha informal subsisten, blue collar workers, kaum miskin kota, atau menjadi bandit kelas teri.

Karena itu, Jakarta merupakan satu-satunya wilayah yang memiliki social landscape paling “lengkap” dibanding kota-kota lain di Tanah Air. Seperti kota-kota besar lain di Indonesia, dan dengan strata sosial yang ada, Jakarta memiliki dinamika internal sendiri. Dalam proses semacam itu, posisi “kelas menengah” di Jakarta tentu memiliki arti penting. Kelas menengah Jakarta telah menjadi penggerak utama mesin ekonomi dan politik Jakarta, bahkan nasional. Elite politik dan ekonomi memang menjadi  faktor menentukan dalam hampir semua urusan strategis, namun mereka sangat bergantung pada peran kelas menengah. Di sisi lain, peran dan posisi kelas menengah juga menjadi semacam tumpuan harapan bagi sebuah perubahan yang didambakan kelas-kelas sosial di bawahnya. Di sinilah letak pentingnya kelas menengah kota Jakarta dalam seluruh proses dan jejaring ekonomi dan politik yang begitu kompleks.

Pada dasarnya, sebagai sebuah kota besar Jakarta sarat dengan berbagai persoalan mendasar. Sepintas lalu kota ini memberi kesan “metropolis” — setidaknya dari sisi penampakan fisik. Namun, kota ini tampak terlalu jauh untuk dinyatakan sebagai tempat bermukim yang layak tidak saja dari segi keamanan, tetapi juga dari segi kenyamanan bagi para penghuninya. Aneka layanan publik yang menjadi tanggung jawab pemerintah kota masih merupakan persoalan serius. Akses masyarakat, terutama kalangan “bawah”, terhadap berbagai sumber daya agaknya masih jauh untuk dinyatakan sebagai layak. Aspek keamanan, kenyamanan, serta kemudahan masyarakat Jakarta untuk mengakses layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, transportasi publik, dan air bersih, misalnya, masih merupakan kemewahan tersendiri bagi warga Jakarta.

Tentu saja, dengan mengemukakan persoalan ini, kita tidak sedang membayangkan kota Jakarta dalam tempo 1001 malam akan berubah menjadi seperti kota-kota metropolitan di negeri-negeri maju. Berbagai persoalan yang dikemukakan di atas lebih ditujukan untuk memeriksa secara seksama apakah pemerintah kota Jakarta — yang keberadaannya ditentukan sepenuhnya oleh proses pemilihan — memiliki agenda besar transformasi menuju kota metropolitan yang memanusiakan para penghuninya? Suatu pemilihan umum, baik di tingkat kota maupun di tingkat nasional, pada dasarnya adalah keputusan tentang kepemimpinan dalam arti luas. Pemilihan umum memang bukan soal kelas menengah semata. Bagaimanapun juga, saat pemilihan umum kepada daerah (pilkada) DKI Jakarta dilaksanakan beberapa waktu silam, Prisma sempat mengadakan sebuah survei untuk “menangkap” aspirasi kelas menengah. Di sisi lain, bagaimana dan apa yang menjadi dasar pandangan kalangan kelas menengah Jakarta dalam memahami persoalan kota mereka dikaitkan dengan Pemilukada 2012?
OPEN ORDER

Postingan terkait: